- Pada bulan Desember 2021 s/d Januari 2022 PPLH Mangkubumi berkolaborasi dengan Perum Jasa Tirta telah melakukan pemantauan terhadap aktifitas ilegal di sepanjang Sungai Brantas wilayah Tulungagung. Kami menemukan sejumlah pelanggaran diantaranya beroprasinya 41 diesel dan 3 unit excavator yang digunkan untuk menambangl pasir dan penggunaan 2 lokasi bantaran sungai sebagai Tempat Penimbunan Sampah (TPS); serta berdirinya bangunan semi permanen sebanyak 5 lokasi.
- Aktivitas penambangan pasir tersebut telah menimbulkan degradasi sungai maupun rusaknya ekosistem perairan sungai. Tim investigasi menemukan sejumlah kerusakan pada tebing sungai dan bekas lubang tambang yang kedalamannya mencapai 5-10 meter, yang dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya perbaikan. Kondisi tersebut akan membahayakan keselamatan warga sekitar sungai, terutama anak-anak.
- Atas temuan tersebut PPLH Mangkubumi merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Pemerintah Provinsi Jawa timur, dan BBWS Sungai Brantas untuk melakukan upaya pembinaan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar sungai Brantas. Selain itu, kami merekomendasikan kepada Penegak hukum untuk segera melakukan penindakan kepada aktor utama maupun pemodal dibalik masifnya penambangan pasir illegal di sungai Brantas yang sudah berlangsung lebih dari satu dekade.
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Mangkubumi atau lebih dikenal dengan PPLH Mangkubumi berkolaborasi dengan Perum Jasa Tirta I Tulungaagung telah melakukan pemantauan aktifitas illegal di sepanjang Sungai Brantas di wilayah Kabupaten Tulungagung pada bulan Desember 2021 s/d Januari 2022. Pemantauan di mulai dari Desa Rejotangan, Desa Buntaran, Desa Kaliwungu, Desa Ngunut, Desa Pulosari, Desa Pinggirsari, Desa Tapan, sampai pada Desa Jeli Kecamatan Karangrejo.
Pemantauan yang dilakukan oleh Tim PPLH Mangkubumi menemukan tidak kurang dari 15 titik penambangan pasir illegal menggunakan mesin sedot diesel dan beberapa excavator. Dari inventarisasi dilapangan ditemukan 41 unit diesel, 3 unit excavator, 49 unit truk dan 173 pekerja. Akibat aktifitas penambangan pasir tersebut telah menimbulkan kerusakan fisik tebing sungai maupun rusaknya ekosistem sungai. Secara rinci, terdapat 3 dampak negatif dari aktifitas penambangan ilegal ini. Pertama, akibat aktifitas penambangan pasir tersebut, sempadan sungai menjadi tergerus. Padahal sempadan sungai merupakan kawasan perlindungan sungai, dimana fungsinya sangat penting sebagai penyangga antara ekosistem sungai dan daratan. Kedua, tergerusnya sempadan sungai ini juga mengakibatkan terjadi erosi dan longsor pada tebing-tebing sungai Brantas. Sedangkan ketiga, yang terpenting lagi adalahbatas sempadan sungai terus bergerak melebar sampai ke tanah milik warga. Padahal menurut Permen PUPR No. 28/PRT/M/2015, tentang penetapan garis sempadan sungai pasal 6 ayat (20) mengatakan; garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
Juru Kampanye PPLH Mangkubumi Munif Rodaim mendesak kepada penegak hukum untuk segera melakukan penindakan atas pelanggaran yang terjadi di Sungai Bratas khususnya kepada aktor utama maupun pemodal yang selama ini menjadi pemain kunci dalam kegiatan penambangan pasir ilegal tersebut. Kendati terdapat beberapa tenaga kerja lokal yang bekerja pada pemodal, namun manfaatannya tidak sebanding dengan kerugian ekologis yang dialami oleh seluruh masyarakat sekitar sungai. Sehingga dengan demikian, kegiatan ilegal penambangan ini harus dihentikan, agar dampak kerusakan Sungai Brantas bisa dikendalikan. Menurut PPLH Mangkubumi, Perum Jasa Tirta dan Pemerintah Kabupaten Tulungagung perlu melakukan pembinaan dan pemberdayaan kepada masyarakat pinggir Sungai Brantas melalui kegiatan penguatan ekonomi di luar sempadan. Hal tersebut penting dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sungai. Selain itu juga sangat penting adanya pendidikan lingkungan hidup yang berkelanjutan dalam konteks pelestarian Sungai Brantas kepada masyarakat khususnya mereka yang tinggal pada sekitar Sungai Brantas.
Hasil diskusi PPLH Mangkubumi dengan masyarakat Desa Buntaran mengahasilkan inisiatif warga untuk melakukan pemulihan (recovery) lubang-lubang bekas penambangan dengan konservasi dan penataan lokasi agar terjadi pemulihan lingkungan dan pemanfaatan yang positif. Salah satu bentuk pemulihan lingkungan pada lubang bekas penambangan, PPLH Mangkubumi bersama kelompok masyarakat “Buntar Tasik Agung” telah melakukan penanaman di sekitar lubang bekas penambangan seluas 50 m x 100 m serta penebaran benih ikan karena lokasi ini telah dimanfaatkan oleh warga untuk wisata pemancingan.
Kegiatan penanaman serta pemanfaatan bekas galian untuk pemancingan tersebut selain untuk pemulihan lingkungan sempadan sungai Brantas juga diharapkan bisa memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat. Dengan kondisi lingkungan sempadan yang membaik serta selanjutnya bisa dimanfaatkan untuk pemancingan, kerusakan sempadan Brantas bisa dihentikan. Sehingga, masyarakat tidak lagi tergantung pada aktifitas penambangan pasir tetapi bisa menata sempadan Brantas lebih lestari untuk menjadi destinasi wisata yang bernilai ekonomis tinggi.[] (mi/na)