
Sekurangnya ada 9 desa di tiga kecamatan, di Kabupaten Tulungagung yang dilanda banjir pada Rabu (3/2/2021) sore.
Tiga kecamatan itu meliputi Rejotangan, Kalidawir dan Campurdarat.
Banjir yang melanda mempunyai pola yang sama, air berasal dari daerah pegunungan yang biasa disebut ancar.
“Banjir ini dipicu kondisi hutan di area pegunungan yang gundul,” terang Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi, M Ichwan Musyofa, Kamis (4/2/2021).
Akibat kondisi hutan tanpa tutupan, air di pegunungan langsung meluncur ke bawah.
Luncuran air juga membawa material tanah yang terkikis.
Air kiriman kemudian memenuhi saluran pembuangan, dan meluap ke permukiman dan sawah warga.
“Situasi hutan kita tidak berubah sejak 20 tahun lalu, masih tetap gundul minim tutupan. Selama tidak diatasi, banjir akan jadi langganan,” tegas Ichwan.
Laki-laki yang menjadi Dinamisator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) ini menyarankan, agar hutan dikelola rakyat.
Salah satunya melalui Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
Dengan skema IPHPS, warga diberi beban tanggung jawab untuk menanam pohon-pohon pelindung, namun juga memanfaatkannya secara ekonomis.
“Percuma kalau masyarakat tidak kita libatkan. Karena mereka akan mencuri pohon jika tidak mendapat manfaat,” tutur Ichwan.
Ia mencontohkan skema IPHPS yang saat ini sudah dikerjakan Kelompok Tani Hutan Ago Lestari, Desa Besole, Kecamatan Besuki.
Sebelumnya wilayah Desa Besole juga menjadi langganan banjir karena air dari pegunungan.
Namun di saat ramai-ramai banjir kiriman, kawasan Besole bebas banjir.
“Kondisi ini tidak lepas dari kondisi hutan yang tutupannya mulai membaik. Upaya para petani menanam pohon sudah membuahkan hasil,” sambung Ichwan.
IPHPS mengamanatkan kepada para petani untuk menanam pelindung.
Agar tetap bisa mendapatkan manfaat, pohon yang ditanam adalah jenis buah-buahan.
Ada pula tanaman yang bisa dipanen pendek menengah, seperti sengon.
Selama belum berproduksi penuh, petani masih menanam tanaman pangan seperti jagung.
Namun bertambahnya tutupan dan produksi pohon pelindung, pemanfaatan lahan pertanian semakin dikurangi.
Berbeda dengan kawasan hutan gundul, yang sepenuhnya dimanfaatkan untuk pertanian jagung.
“Ada beban bagi petani pemegang IPHPS. Karena kalau tidak ada perbaikan akan dicabut izinnya,” ungkap Ichwan.
Lebih jauh Ichwan menyayangkan, selama ini tidak ada upaya reboisasi yang signifikan.
Ia menduga, salah satu sebabnya karena hutan yang gundul dimanfatkan untuk tanaman jagung.
Sehingga jika ada tutupan pohon pelindung malah dianggap menggangu tanaman di bawahnya.
Sumber: surya.co.id