Pers Rilis
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi
Tentang Perhutanan Sosial di Arel Perhutani
Berdasarkan Peraturan Menteri LHK No. 39 Tahun 2017
RAKYAT MAKMUR HUTAN SUBUR MELALUI PERHUTANAN SOSIAL
Pemerintahan Presiden Jokowi mengembangkan suatu pendekatan baru untuk mengatasi beberapa problem utama kemiskinan petani. Problem utama petani adalah aset dan akses. Problem aset petani adalah menyangkut ketiadaan lahan dan keterbatasan lahan, sehingga tercipta lapisan petani lapar lahan, petani dengan lahan di bawah 0,5 hektar. Kondisi ini menyebabkan petani tidak memiliki alat produksi yang cukup untuk berproduksi dalam skala ekonomi, melainkan hanya sekedar subsistensi. Problem akses petani menyangkut kemampuan petani untuk mengakses modal produksi termasuk di dalamnya benih, pupuk, pestisida dan saprodi lain, teknologi produksi maupun paska produksi berupa pasar. Golongan petani miskin ini ada di sebagian besar kawasan hutan.
Nawacita Presiden, selanjutnya tertuang dalam RPJMN 2015-2019 , secara eksplisit menyebutkan program untuk mengatasi kemiskinan petani melalui program perhutanan sosial 12,7 juta hektar, di mana di dalamnya terdapat skema perhutanan sosial di Jawa. Perhutanan sosial ini dimaksudkan untuk mengatasi problem aset dengan menyediakan lahan untuk produksi dari kawasan hutan yang telah tak bertutup lebih dari 5 tahun, dengan luasan rata-rata petani berskala ekonomi produksi, bukan lagi subsitensi. Aset ini diberikan dalam jangka waktu yang cukup untuk memberikan garansi/jaminan yaitu 35 tahun. Pemberian ini bersifat bersyarat dalam bentuk ijin pemanfataan hutan perhutanan sosial (IPHPS) yaitu adanya monitoring, evaluasi, serta larangan tidak diperjualbelikan.
Program akses diberikan dengan membuat skema “meet the need” seperti yang dikembangkan oleh Rejo Semut Ireng beserta jaringan, yaitu fasilitasi untuk mempertemukan petani penggarap dengan kalangan penyedia sumber-sumber modal, teknologi, hingga pasar. Skema akses mendorong berbagai Kementerian/Lembaga, BUMN, mau pun swasta untuk bekerja bersama dengan petani demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Pendekatan aset dan akses melalui perhutanan sosial ini dimaksudkan untuk:
1. Mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis petani sekitar hutan yang akan
meningkatkan kesejahteraan petani
2. Upaya untuk memulihkan tutupan kawasan hutan.
3. Upaya resolusi konflik
Dalam rangka mengakomodasi ketiga hal tersebut Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 39 Tahun 2017 tentang Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani, disingkat P.39/2017.
Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumiberpendapat bahwa peraturan ini telah membawa angin segar untuk beberapa hal sbg berikut:
1. P.39/2017 mengubah wilayah konflik yang selama ini terstigmatisasi illegal maupun
kriminal menjadi wilayah pengakuan dan kepastian hukum;
2. P.39/2017 merupakan pendekatan pola produksi baru pemanfaatan hutan yang
3. sistematis dan terukur(tangible) dengan berorientasi pada ekonomi produksi,
4. selanjutnya dapat diharapkan ada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
5. signifikan;
6. P.39/2017 menjadi upaya pemulihan tutupan kawasan hutan berbasis kerakyatan pada
kawasan hutan yang sudah rusak, kosong ataupun gundul;
7. P. 39/2017 memberikan prioritas pemanfaatan lahan kepada petani tak bertanah dan
petani yang memiliki lahan di bawah 0,5 hektar;
8. P.39/2017 membuka perluasan kelembagaan pengelola kawasan hutan oleh kelompok
tani hutan, gabungan kelompok tani, serta koperasi;
9. P39/2017 membuka pendekatan pengelolaan produksi berbasis kawasan hutan, bukan
semata2 pendekatan berbasis administrasi desa;
10. P.39/2017 merupakan pendekatan pengelolaan produksi dan pemulihan kawasan hutan dengan pendampingan intensif oleh pendamping, sehingga pemulihan kawasan hutan
dan kinerja produksi petani kawasan hutan akan benar-benar dapat terpantau dan
terukur;
11. P.39/2017 membuka pendekatan baru pilihan komoditas tanaman dalam pemanfaatan
kawasan hutan menyesuaikan pertimbangan teknis mau pun sosiologis;
12. P.39/2017 adalah pengejawantahan secara praktis dari dari sila kelima Pancasila,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami, Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi menyatakan dukungan penuh pemberlakuan Permen LHK No.39 Tahun 2017.
Tulungagung, 2 September 2017
Muhammad Ichwan
Direktur PPLH Mangkubumi
Great article, keep on writing 🙂